Minggu, 17 Agustus 2014

Nama dan Sejarah singkat suku Toraja

A. NAMA
Sebelum kata Toraja digunakan untuk nama suatu negeri yang sekarang dinamakan Tana Toraja, sebenarnya dahulunya adalah suatu negeri yang berdiri sendiri yang dinamai TONDOK LEPONGAN BULAN TANA MATARIK ALLO (Tondok = Negeri, lepongan = kebulatan = kesatuan,bulan = bulan, tana = negeri,matarik = berbentuk, allo = matahari), artinya Negeri yang betuk pemerintahan dan Kemasyarakatannya merupakan Kesatuan yang bundar / bulat bagaikan bentuknya Bulan dan Matahari.
Nama Lepongan Bulan atau Matarik Allo tersebut bersumber dari terbentuknya negeri itu dalam satu kebulatan / kesatuan Tata Masyarakat yang terbentuk berdasarkan :
  1. Suatu negeri yang terbentuk atas adanya Persekutuan dan Kebulatan berdasarkan pada suatu agama / Keyakinan yang dinamakan Aluk Todolo, yang mempergunakan suatu macam aturan yang bersumber / berpancar dari suatu sumber yaitu dari Banua Puan Marinding yang dikenal dengan Aluk Piting Sa’bu Pitu Ratu Pitung Pulo Pitu atau Aluk Sanda Pitunna (Aturan/Agama 7777).
  2. Suatu negeri yang dibentuk oleh beberapa daerah adat tetapi menggunakan satu dasar adat dan budaya yang berpancar / bersumber dari suatu sumber yang berpancar atau bersinar seperti sinarnya Bulan atau matahari.
  3. Suatu kesatuan Negeri yang terletak pada bagian utara di pegunungan Sulawesi Selatan yang dibentuk oleh Satu Suku yaitu Suku Toraja sekarang ini.
Sedang nama TORAJA mulai terdengar sejak adanya hubungan Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo dengan negeri – negri Bugis atau di luar Tondok Lepongan Bulan, yang kemudian oleh Y. Kruit dan A. Adriani mempergunakan nama Toraja, itupun disadur dari kata To Riaja (To = Orang, Riaja = sebelah di atas bagian utara) karena sehubungan dengan letak dari Tondok Lepongan Bulan di bagian atas pada sebelah utara dari salah satu Kerajaan Bugis yaitu Sidenreng, karena kata To Riaja diberikan oleh orang Bugis Sidenreng dahulu kala.
Nama atau kata Toraja itu sebenarnya mulai terdengar luas pada permulaan abad ke-17 yaitu pada waktu Tondok Lepongan Bulan sudah mengadakan hubungan dengan Kerajaan – kerajaan di sekitarnya antara lain : Kerajaan Bugis Sidenreng, Bone dan Luwu’. Selain itu, beberapa budayawan Toraja mengatakan bahwa kata TORAJA berasal dari kata TO RAJANG (To = Orang, Rajang = Barat), berhubung karena Kerajaan Luwu’ terletak di sebelah Timur dari Tondok Lepongan Bulan dan Tondok Lepongan Bulan terletak di sebelah Barat dari Kerajaan Luwu’. Hal ini terkandung dalam syair – syair sastra Toraja yang banyak menyebut Kerajaan Luwu’ sebagai “Kadatuan Matallo” (Kerajaan sebelah timur) dan sebaliknya Toraja dinamakan “Kadatuan Matampu’ “ (Matampu’ = Barat) artinya Kerajaan di sebelah Barat. Demikian pula dengan orang dari Kerajaan Luwu’ dinamakan “To Wara’ “ (Wara’ = Timur), dan sebaliknya penduduk sebelah barat dinamakan To Rajang oleh orang Luwu’. Sampai saat ini orang Toraja masih menyebut orang Luwu’ sebagai To Wara’.
Di samping bersumber dari kedua kata tersebut, ada pula yang berpendapat bahwa nama Toraja berasal dari nama seorang bangsawan (Lakipadada) yang berasal dari Tondok Lepongan Bulan yang datang ke Gowa pada akhir abad ke-13. Dalam sejarah Toraja, Puang Lakipadada ini adalah seorang cucu dari Puang Tomanurun Tamboro’ Langi’ atau anak dari Puang Sanda Boro dari Tongkonan Batu Borong bagian Selatan Tondok Lepongan Bulan yang pergi mengembara, yang dalam sejarah dan mithos, Lakipadada dikatakan bahwa ia pergi mencari hidup abadi dan kemudian terdampar di Kerajaan Gowa sebagai seorang yang tidak dikenal dan tidak diketahui dari mana asalnya, hanya saja pada diri Lakipadada ada tanda – tanda yang meyakinkan bahwa ia adalah keturunan raja atau berasal dari satu kerajaan besar.
Pendapat umum ini Gowa mengatakan bahwa turunan/anak raja yang tidak dikenal itu berasal dari sebelah Timur, sesuai dengan mitos asal raja – raja di Sulawesi Selatan, maka dengan demikian menyebut Puang Lakipadada itu dengan nama Tau raya (tau = orang, raya = timur, bahasa Makassar), dan kemudian menyebut pula tempat asalnya atau negeri asalnya Tana Tau Raya ( tana = negeri, tau = orang, raya = timur). Berhubung Puang Lakipadada ini berasal dari Tondok Lepongan Bulan, maka nama Tondok Lepongan Bulan pun dinamai Tana Tau Raya yang kemudian menjadi Tana Toraja.
Pendapat lain ada pula yang mengatakan bahwa sesuai dengan pengakuan dari sebahagian besar raja – raja di Sulawesi Selatan mengatakan dan mengakui bahwa nenek moyang mereka berasal dari Tana Toraja, berarti tempat asal dari nenek moyang raja – raja, dan sehubungan dengan mithos asal raja – raja dari sebelah Timur di atas, maka sementara orang menyebut Tana To Raja ( tana = negeri, To = orang, raja = raja)
Berdasarkan pendapat – pendapat di atas, dapat dimengerti mengapa Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo dinamai Tana Toraja. Demikanlah seterusnya, sehingga kata Toraya atau Toraja ini banyak dipakai sebagai nama tempat atau batas – batas daerah Tondok Lepongan Bulan dikemudian hari seperti :
- Kampung Raya di daerah sebelah Timur di daerah Basse Sangtempe’
- Salu Toraa di daerah perbatasan Seko Rongkong dan Makale Rantepao (salu sungai)
- Padang Toraa di daerah Seko Rongkong (padang = tanah = daerah)
- Angge Raya suatu perbatasan di daerah Tallu Batupapan dan Enrekang (angge = batas),,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
B. Sejarah Singkat
1. Zaman Puba Toraja
Sejarah Toraja adalah sejarah yang tidak tertulis tetapi hanyalah sejarah yang dituturkan dari mulut – ke mulut bagi setiap turunan bangsawan serta pujangga Toraja, yang dalam menceritakannya selalu menghubungkan atau mengaitkan dengan satu masalah tertentu, makanya dalam meneliti dan mempelajari serta menggali sejarah Toraja harus selalu meneliti sangkut paut tiap cerita dan kenyataan – kenyataan yang ada, kemudian dapat ditemukan sejarah yang sebenarnya mengenai Tana Toraja dan Suku Toraja yang masih sangat perlu adanya penelitian yang saksama dari para ahli sejarah dan budaya. Namun dari sekian banyak budayawan dan sejarawan menyatakan bahwa penduduk yang pertama – tama menguasai Tondok Lepongan Bulan berasal dari luar daerah Sulawesi Selatan yang diperkirakan datang sekitar abad ke-6 yang datang dengan menggunakan perahu melalui sungai-sungai besar menuju Pegunungan Sulawesi Selatan yang akhirnya menempati daerah pegunungan termasuk Toraja. Hal ini sesuai dengan fakta sejarah yang ada, yang mengatakan kebanyakan dari mereka datangnya dari Selatan Tana Toraja.
Mereka datang dalam bentuk kelompok – kelompok yang dalam sejarah Toraja disebut Arroan (kelompok manusia) dan menyusuri sungai sungai dengan menggunakan perahu , dan setelah itu mereka tidak bisa lagi menggunakan perahu karena air deras dan berbatu. Maka mereka menambatkan perahunya di pinggir sungai dan tebing – tebing (yang kemungkinan dari sinilah muncul istilah “Toma’ Banua di Toke’ “), karena perahu ini digunakan sebagai tempat berdiam sementara. Arroan itu kemudian berjalan menuju pegunungan dan berdiam di sana.
Menurut sejarah Toraja, tiap Arroan ini dipimpin oleh Ambe’ Arroan (Ambe’ = bapak; Arroan = Kelompok Manusia). Arroan – arroan ini rupanya tidak datang sekaligus tetapi beberapa kali dan masing – masing Arroan menempati tempat tertentu untuk menyusun persekutuan keluarga masing – masing di bawah pimpinan Ambe’ Arroan. Lama kelamaan anggota dari Arroan – arroan itu bertambah banyak dan perlu memiliki tempat tinggal yang lebih luas sehingga anggota Arroan berpencar mencari tempat yang baru dalam bentuk kelompok yang lebih kecil yang disebut Pararrak (Pararrak = Penjelajah) dengan dipimpin oleh Pong Pararrak (Pong = Utama = Pokok) artinya Pimpinan Penjelajah.
Inilah yang menyebabkan adanya Gelar Ambe’ yang menjadi Siambe’ dan Gelar Pong yang tersebar luas di Tana Toraja yang di kemudian kedua gelar ini dipadukan karwena sumbernya Cuma satu yaitu menjadi nama/gelar Penguasa Adat misalnya
- Siambe’ Pong Simpin
- Siambe’ Pong Maramba’
- Siambe’ Pong Tiku
- Siambe’ Pong Palita
- Siambe’ Pong Panimba
- dll
Dengan meratanya daerah yang telah dikuasai oleh penyebaran Arroan dan Pararrak, maka seluruh pelosok pegunungan dan tanah tinggi sudah terdapat penguasa – penguasa kecil dari turunan Ambe’ dan Pong yang perkembangannya sangat nampak dalam masyarakat Toraja sampai sekarang di samping Gelar Penguasa lainnya. Beberapa lama keadaan berjalan demikian maka dimana-mana sudah terdapat Penguasa Ambe’ dan Pong Pararrak, dan tersusunlah persekutuan-persekutuan adat kecil.
Kemudian dari selatan datang pula gelombang penguasa baru juga dengan menggunakan perahu melalui sungai.Penguasa – penguasa baru ini datang denga pengikut – pengikutnya yang dikenal dengan nama Puang – Puang Lembang (Puang = yang empunya; lembang = perahu) artinya yang empunya perahu. Mereka kemudian menempati daerah Bambapuang (daerah selatan Toraja yang masuk ke dalam administrasi pemerintahan Kab. Enrekang saat ini). Penguasa – penguasa ini mempunyai tata masyarakat tersendiri dan memiliki cara pemerintahan tersendiri, namun mereka masih dalam kelompokmkecil di daerah Bambapuang. Dari sini pula mereka kemudian menyebar ke daerah lain dan menjadi penguasa daerah yang ditempatinya, dan tidak lagi dikenal sebagai Puang Lembang (Empunya Perahu) tetapi Puang dari daerah yang dikuasainya misalnya :
- Puang ri Lembang (Yang empunya perahu)
- Puang ri Buntu ( penguasa daerah Buntu)
- Puang ri Tabang (penguasa daerah Tabang)
- Puang ri Batu (penguasa daerah Batu)
- Puang ri Su’pi’ (penguasa daerah Su’pi’) dll.
Setelah para Puang yang menguasai tiap tempat makin bertambah banyak pengikutnya, maka timbullah persaingan kekuasaan di antara mereka, dimana sebagian Puang mulai merebut daerah kekuasaan Pong Pararrak atau Ambe’ Arroan yang lebih dulu memiliki kekuasaan, dan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Hal ini membuat sebagian Puang membujuk Pong Pararrak dan Ambe’ Arroan untuk bersekutu untuk melawan Puang yang lain. Persekutuan ini kemudian disebut Bongga (= besar = hebat = dahsyat). Sebagai pimpinan Bongga maka diangkat Puang yang kuat di antara mereka yang dalam kedudukannya dinamakan Puang Bongga (yang empunya kekuasaan yang kuat dan hebat), seperti yang terkenal dalam sejarah Toraja seorang penguasa Bongga yang terkenal adalah Puang Bongga Erong.
Timbulnya persekutuan ini menimbulkan pergeseran serta perubahan di sekitar Bambapuang, yang dalam perkembangannya kemudian muncul seorang penguasa Bongga yang terkenal yang mengadakan perombakan besar di Bambapuang yaitu Puang Londong di Rura, yang mempunyai cerita dalam masyarakat Toraja sebagai seorang yang lalim, keras hati, dan mendapat kutukan dari Puang Matua.
Karena persaingan yang begitu hebat dan terus – menerus di kalangan Puang – Puang ini, maka pengaruh dari penguasa Puang di daerah Bambapuang makin merosot, apalagi setelah terjadi perpindahan beberapa Puang ke bagian utara Bambapuang untuk mencari tempat yang lebih aman untuk menerapkan pemerintahannya. Tetapi berbeda dengan Pong Pararrak yang ada di bagian utara, tidak terjadi persaingan karena masing – masing menguasai daerah yang sudah ditempatinya.

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com